Draw A Hero from Comics

DUNIA yang lama saya tinggalkan adalah menggambar. Setelahnya, kerajinan tulis-menulis.

Tulisan tangan saya lumayan. Cewek-cewek di sekolah menengah atas dulu menganggap tulisan saya bagus. Memang ukuran hurufnya agak kecil, tapi rapi. Kata sebuah tafsiran, corak tulisan seperti itu menggambarkan orang yang fokus. Tapi seiring berjalannya waktu, karena terbiasa menggunakan laptop, tulisan saya sekarang lebih mirip ceker ayam.

Tulisan saya yang cukup rapi (perlu ditegaskan: dulu) rupanya berjalan seiringan dengan kenikmatan saya dalam menggambar tokoh komik. Sewaktu di sekolah menengah pertama, saya rajin menggambar tokoh dalam komik. Kebetulan di depan sekolah ada tempat persewaan komik. Yang sering saya pinjam untuk digambar antara lain Hoshin Engi dan Rave Master. Komik pinjaman dari saudara sepupu yang akhirnya diberikan ke saya juga untuk keperluan gores-menggores pensil: Shoot pose seseorang menendang bola adalah pose terfavorit. Bahkan saya pernah beli komik hanya untuk mencari adegan-adegan atau pose yang keren untuk digambar. Komik-komik golongan ini adalah The King of Bandit, Kamikaze, D.N. Angel, One Piece, dan Samurai Deeper Kyo.

Tapi saya cuma menggambar dan mengarsir dalam hitam-putih. Inilah kekurangan saya dari dulu, tidak bisa mewarnai. Kini, saya rindu sekali bisa menggambar tangan, seperti teman-teman saya Pramistha Xisara, Septiana Budyastuti, Maima Adiputri, atau Maiza Ash-Shafikh. Mau menggores saja berat. Mungkin sel-sel menggambar dalam otak saya telah padam.

Seiring dengan itu, tulisan tangan saya tidak lagi rapi, bahkan kadang sulit dibaca. Cukup menyedihkan.

________________________________

Instagram/ Twitter: @AriefBakhtiarD

Leave a comment