Jiwa Riset

Melakukan penelitian sebenarnya kelanjutan dari rasa ingin tahu kita terhadap sebuah persoalan yang muncul. Misalnya kita biasa melewati sebuah rute jalan yang halus. Lalu, dalam sebuah perjalanan jauh di luar kota, kita mendapati perjalanan dengan jalan penuh lubang. Tidak nyaman kan? dengan rasa tidak nyaman itu kita ingin tahu, mengapa jalan di daerah tersebut banyak lubang dan tidak diperbaiki oleh pemerintah sedangkan di daerah kita jalan rusak sedikit saja diperbaiki.

Pertanyaan di atas dapat menuntun kita pada sebuah penelitian sederhana. Mungkin kita akan bertanya pada kawan di daerah tersebut, orang yang kompeten dan mungkin pula menelusuri melalui berita di koran dan internet. Dengan penelusuran yang kita lakukan, kita akan mendapatkan banyak sekali informasi seperti kemungkinan perbedaan struktur tanah, struktur birokrasi, struktur ekonomi dan mungkin pula tidak meratanya pembagian alokasi dana oleh pemerintah pusat.

Apa yang kita lakukan di atas adalah penelitian. Semua dimulai dari rasa ingin tahu. Masalahnya adalah seberapa besar kita ingin tahu akan banyak hal di sekitar kita?

Saya merasakan pendidikan yang saya enyam tidak mendukung saya untuk menjadi periset. Rasa ingin tahu saya seolah “dibunuh” di sekolah. Saya dicekoki dengan buku – buku pelajaran yang saya sendiri tidak pernah ditanya mengenai manfaat buku tersebut bagi hidup saya. Jadi, pelajaran akan menjadi sesuatu yang membosankan. Lebih membosankan lagi jumlah pelajaran yang sangat banyak dan mata pelajaran yang disampaikan di ruang 8×8 meter.

Terkadang, saya membayangkan sistem pendidikan yang memacu anak untuk “ingin tahu”. Misalnya dalam sebuah pelajaran matematika yang tidak sekedar menulis angka dan angka. Tapi, mengaplikasikan dalam kehidupan. Saya beri contoh situasi ketika belajar berhitung angka satu sampai sepuluh. Pelajaran tersebut dapat dilakukan dengnan memberi tugas pada anak untuk menghitung berapa jumlah anggota keluarga di rumah, atau berapa jumlah pintu di rumah, atau berapa jumlah tempat sampah di rumah. Lalu, sang anak diminta menceritakan hal ini di depan teman – temannya. Anak – anak lain boleh bertanya mengenai siapa nama anggota keluarga yang disebutkan, misalnya kakak sekarang sekolah dimana, hobi kakak dsb.

Ketika sang anak mempraktekkan menghitung jumlah apapun itu di rumah, kemudian mempresentasikan, anak sudah belajar dua hal sekaligus. Anak belajar matematika dan berani untuk mengutarakan pendapat.

Mungkin ilustrasi di atas terlalu sederhana. Tapi, sebenarnya pelajaran seperti di atas dapat diterapkan pada anak SD, SMP maupun SMA dengan tingkat kerumitan yang lebih tinggi. Misal di anak SMP, maka anak akan menyampaikan sekaligus menulis untuk majalah dinding mengenai apa yang dia hitung di rumah. Bagi anak SMA dia akan mempraktekkan dengan membuat presentasi dengan bahan kertas atau dengan media komputer. Simple dan memiliki pengaruh pada anak.

Belajar Fisika, Biologi dan pelajaran lain pun, menurut saya dapat diadaptasi dengan cara demikian. Misalnya belajar mengenai daya listrik dalam studi Fisika dimana anak – anak dapat diberi tugas menghitung daya di rumah masing – masing. Lalu, berapa Kwh per hari, perbulan, bahkan pertahun yang digunakan oleh keluarganya. Bisa juga muncul pertanyaan konsumsi listrik terbanyak di alat memasak kah atau penerangan. Dengan cara ini, anak diajak mengaplikasikan ilmu yang dipelajari dengan memahami lingkungan sekitar. Mungkin tidak hanya rumah sendiri, bisa juga rumah kakek atau rumah paman.

Intinya, anak seharusnya punya jiwa riset. Sekolah menjadi ruang dimana rasa ingin tahu itu dipelihara, bukan dibunuh. Menurut saya, Inilah modal penting yang akan menuntun anak membuat penemuan di masa yang akan datang!

Leave a comment